1. Kerajaan
kutai
Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.
Kerajaan
Kutai berdiri pada abad 4 M prasasti tersebut didirikan oleh Raja Mulawarman.
Bukti sejarah tentang kerajaan Kutai adalah ditemukannya tujuh prasasti yang
berbentuk yupa (tiang batu) tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa dan
bahasa sansekerta.
Adapun
isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama
Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai
wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi
berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan
Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia
asli yang telah memeluk agama Hindu.
2. Kerajaan
Majapahit
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar
tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan
ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas
di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai
salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung
Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya
masih diperdebatkan.
Para
Penguasa Majapahit
Raden Wijaya : (1309)
Jayanegara : (1309-1328)
Tribhuwanatunggaldewi : (1328-1350)
Hayam Wuruk : (1350-1389)
Wikramawardhana : (1389-1429)
Suhita : (1429-1447)
Kertawijaya : (1447-1451)
Rajasawardhana : (1451-1453)
Bhre Wengker : (1456-1466)
Singhawikramawardhana : (1466-1468)
Kertabhumi : (1468-1478)
Ranawijaya/Girindrawardhana : (1478)
3. Kerajaan Singasari
Kerajaan
Singasari adalah sebuah kerajaan Hindu Buddha di Jawa Timur yang didirikan oleh
Ken Arok pada tahun 1222 M. Lokasi kerajaan ini di daerah Singosari, Malang.
Kerajaan Singasari hanya sempat bertahan 70 tahun sebelum mengalami keruntuhan.
Kerajaan ini beribu kota di Tumapel yang terletak di kawasan bernama Kutaraja.
Keberadaan
kerajaan Singosari dibuktikan
melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari
sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang
berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang
raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga
menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya
sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal
usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui.
Raja – raja yang memerintah singasari
1. Ken Arok (1222 M – 1227 M)
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.
2. Anusapati (1227 M – 1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
4. Ranggawuni (1248 M – 1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268 M - 1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara.
4. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah kerajaan
Melayu kuno di pulau Sumatra yang banyak berpengaruh di Nusantara. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini
berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I-Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 selama
6 bulan. Tahun 717 seorang pendeta Tantris, Wajrabodhi dan Amoghawajra datang
ke Sriwijaya. Tahun 1011 - 1023 M datang pendeta dari Tibet, Attisa untuk
belajar agama Budha kepada Guru Besar Sriwijaya, Dharmakirti. Seorang guru
agama Buddha yang terkenal di Sriwijaya adalah Sakyakirti yang menulis buku
berjudul Hastadandasastra
Prasasti pertama mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, Sumatra, pada tahun 683. Yang Kedua Adalah Prasasti Talang Tuwo
Berangka tahun 684 Masehi berisi tantang pembuatan taman Śriksetra atas perintah Dapunta Hyang Śri Jayanaşa untuk kemakmuran semua makhluk. Yang Ketiga adalah Prasasti Telaga Batu.
Tidak berangka tahun. Berisi kutukan-kutukan yang seram terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap raja.
Dan yang terakhir adalah Prasasti Kota Kapur Dan Karang Bahari
Berangka tahun sama yaitu 686 Masehi.
Isi kedua prasasti itu juga hampir sama, yaitu permintaan kepada dewa yang menjaga Sriwijaya dan untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat terhadap Sriwijaya.
Berdasarkan kedua prasasti itu dapat disimpulkan bahwa daerah Bangka dan daerah Maringin (Melayu) telah ditaklukkan oleh Sriwijaya.
Sementara itu sang raja juga berusaha menaklukkan “bhumi jawa” atau Tarumanegara.
Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan sejarawan tidak mengetahui keberadaan kerajaan ini. Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Coedès dari École française d'Extrême-Orient. Sekitar tahun 1992 hingga 1993, Pierre-Yves Manguin membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan, Indonesia)
Prasasti pertama mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, Sumatra, pada tahun 683. Yang Kedua Adalah Prasasti Talang Tuwo
Berangka tahun 684 Masehi berisi tantang pembuatan taman Śriksetra atas perintah Dapunta Hyang Śri Jayanaşa untuk kemakmuran semua makhluk. Yang Ketiga adalah Prasasti Telaga Batu.
Tidak berangka tahun. Berisi kutukan-kutukan yang seram terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap raja.
Dan yang terakhir adalah Prasasti Kota Kapur Dan Karang Bahari
Berangka tahun sama yaitu 686 Masehi.
Isi kedua prasasti itu juga hampir sama, yaitu permintaan kepada dewa yang menjaga Sriwijaya dan untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat terhadap Sriwijaya.
Berdasarkan kedua prasasti itu dapat disimpulkan bahwa daerah Bangka dan daerah Maringin (Melayu) telah ditaklukkan oleh Sriwijaya.
Sementara itu sang raja juga berusaha menaklukkan “bhumi jawa” atau Tarumanegara.
Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan sejarawan tidak mengetahui keberadaan kerajaan ini. Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Coedès dari École française d'Extrême-Orient. Sekitar tahun 1992 hingga 1993, Pierre-Yves Manguin membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan, Indonesia)
Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di
Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12. Kerajaan ini merupakan bagian dari
Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi S. Brantas yang pada
masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
5. Kerajaan
Kediri
Kerajaan
Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-1049).
Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak
selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan
menjadi beberapa bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat
atau lima bagian. Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering
disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah
kerajaan mendapat ibukota lama, yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah
menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai Kerajaan Kediri.
Perkembangan
Kerajaan Kediri
Dalam
perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar,
sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala
ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga
disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya
prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat
jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Namun kemudian
kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken
Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah
kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara
(1268-1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri
yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep
(Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang
berhasil mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan
Kediri.
Kerajaan
Islam
1.
Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan
Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M.
Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam
raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat
reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin, kecamatan
Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja
tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik
al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan
sultan Islam pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326
M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak,
dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Seorang
pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun
1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal
Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa
utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi
lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India
Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup
luas dengan kerajaan luar
Pada
masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu,
dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam,
Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang
besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini
digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat
perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.
Seiring
perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh
Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh kerajaan
Aceh.
Kesultanan
Aceh Darussalam merupakan
sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan
Ali Mughayat Syah
yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh
telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama
karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer,
komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang
teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan,
hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kesultanan
Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah
pada tahun 1496.
Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan
Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan
sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur.
Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari
kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.
Pada
tahun 1528,
Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa
hingga tahun 1537.
Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar
yang berkuasa hingga tahun 1568.
Masa kejayaan
Kesultanan
Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636).
Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis
dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie
bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau
Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung
Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa
yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan
penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500
buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas
dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu.
Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, namun
penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan
Pahang.
Dalam
lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa
ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang
masing-masing, seperti Hamzah
Fansuri dalam bukunya Tabyan
Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin
al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj
al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri
dalam bukunya Sirat al-Mustaqim,
dan Syekh Abdul Rauf Singkili
dalam bukunya Mi'raj
al-Tulabb Fi Fashil.
3.
Kerajaan
Demak
Kerajaan
Demak adalah kerajaan Islam terbesar
di pantai utara Jawa ("Pasisir"). Menurut tradisi Jawa, Demak sebelumnya merupakan
keadipatian (kadipaten) dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya.
Kerajaan Demak tidak berumur panjang
dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara
kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah
Kerajaan Demak ialah Mesjid
Agung Demak, yang
menurut tradisi didirikan oleh Walisongo.
Lokasi keraton Demak, yang pada masa
itu berada di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro"
dalam bahasa
Jawa), saat ini telah
menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan pada periode ketika beribukota
di sana dikenal sebagai Demak Bintara.
4.
Kerajaan
Ternate
Ternate merupakan kerajaan Islam di
timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500).
Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore
berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja.
Kerajaan yang terletak di Indonesia
Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya akan rempah-rempah.
Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan
secara damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis
dan Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya,
antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku
pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng
Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai
sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa
itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi
karena kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua
kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya
berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran agama
mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun
(1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan
Khairun dibunuh oleh Portugis.
Setelah sadar bahwa mereka diadu
domba, hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian
digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya,
Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari
bantuan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.
Sementara itu, Kerajaan Tidore
mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil
memperluas pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan
dan Misol di Irian.
Dengan masuknya Spanyol dan Portugis
ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada
Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan
Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh
Katolik sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan.
Maluku adalah daerah penghasil
rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang
menarik orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu
membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses
perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan
berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang,
termasuk kesejahteraan masyarakat.
5.
Kerajaan Makasar
Di Sulawesi Selatan pada awal abad
ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa
dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat
menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar
ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan Islam yang ramai akan
pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah antara Maluku, Jawa,
Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
A. Aspek Kehidupan
Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Makassar mula-mula diperintah
oleh Sultan
Alauddin (1591-1639
M). Raja berikutnya adalah Muhammad Said
(1639-1653 M) dan dilanjutan oleh putranya, Hasanuddin
(1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan
Bone.
VOC setelah mengetahui Pelabuhan
Makassar, yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan
utusan untuk membuka hubungan dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC
mulai membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat
rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak.
Setelah peristiwa itu, antara Makassar
dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi setelah insiden penipuan tahun
1616. Pada saat itu para pembesar Makassar diundang untuk suatu perjamuan di
atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan dilucuti dan terjadilah perkelahian
yang menimbulkan banyak korban di pihak Makassar. Keadaan meruncing sehingga
pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan
dalam menundukkan Makassar. Oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja
Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
B. Aspek
Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian terutama
diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan Sombaupu ( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang
sehingga menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Dengan demikian,
masyarakatnya hidup aman dan makmur.
Dalam menjalankan pemerintahannya,
Raja dibantu oleh Bate
Salapanga (Majelis
Sembilan) yang diawasi oleh seorang paccalaya
(hakim). Sesudah sultan, jabatan tertinggi dibawahnya adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh tumailang matoa dan malolo. Panglima tertinggi disebut anrong guru lompona tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas mengurus
perdagangan dan hubungan luar negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang dibantu imam, khatib, dan bilal.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol
dari Kerajaan Makassar adalah keahlian masyarakatnya membuat perahu layar yang
disebut pinisi dan lambo.